Pelarangan profesi tukang gigi dianggap tidak adil karena selama ini mereka pun merasa tidak dibina.
;;
TIDAK adil, begitulah yang dirasakan banyak tukang gigi terhadap
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 1871 Tahun 2011. Peraturan
yang mulai berlaku April 2012 itu memberangus profesi tukang gigi yang
sebelumnya dinaungi Permenkes No 339 Tahun 1989. Permenkes No 1871/2011
sekaligus mencabut Permenkes No 339/1989.
"Di lapangan, peraturan sebelumnya saja belum ada realisasinya.
Sekarang kami dikambinghitamkan. Ini kan tidak adil," tukas Sekretaris
Asosiasi Tukang Gigi Mandiri (Astagiri) Zubaedi di Jakarta, Jumat
(18/5).
Zubaedi menjelaskan, sesuai Permenkes No 339/1989, pemerintah
semestinya membina para tukang gigi agar menjalankan profesi dengan
tertib. Sesuai dengan peraturan itu, peran tukang gigi ialah membuat
sebagian atau seluruh gigi tiruan lepasan dari akrilik dan memasang gigi
tiruan lepasan.
Namun, pembinaan tersebut tidak pernah dirasakan tukang gigi. Maka,
ketika banyak tukang gigi memberikan layanan di luar aturan, seperti
mencabut dan menambal gigi serta memasang kawat, Zubaedi meminta
pemerintah tidak cuci tangan dengan memberangus.
Harapan yang sama juga diutarakan Ketua Himpunan Ahli Gigi Palsu
Indonesia (HAGPI) Riskil Akbari. "Pelatihan dan pembinaan semestinya
juga bisa memberi rasa nyaman dan aman kepada masyarakat yang menjadi
pengguna jasa tukang gigi."
Riskil mengatakan pelarangan profesi tukang gigi juga akan
menimbulkan permasalahan yang lebih besar. Potensi pengangguran tidak
sepele mengingat jumlah tukang gigi di Indonesia mencapai 75 ribu orang.
Di luar itu, tukang gigi sebenarnya juga banyak dibutuhkan
masyarakat bahkan dokter gigi. Sebagaimana pengakuan salah seorang
dokter gigi, kebanyakan dokter gigi tidak memiliki laboratorium
pembuatan gigi palsu hingga harus memesan kepada tukang gigi.
Karena itu, para tukang gigi bertekad akan sebisa mungkin bertahan
menjalani profesi turun-temurun itu. Riskil mengatakan para tukang gigi
akan terus mendukung proses gugatan UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran Gigi. Astagiri, pada awal bulan ini, telah mengajukan
uji materi Pasal 73 ayat (1) dan Pasal 28 UU tersebut ke Mahkamah
Konstitusi.