Pages

Translate

Praktek Tukang Gigi Bukan Tandingan Dokter Gigi


Dengan diiringi demo serta gugatan ke Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung, akhirnya Kementerian Kesehatan menunda enam bulan pemberlakuan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1871/Menkes/Per/IX/2011 tentang Pencabutan Permenkes Nomor 339/Menkes/Per/V/1989 tentang Pekerjaan Tukang Gigi
.

Sejak Permenkes 1871 ditetapkan 30 September 2011, para tukang gigi se-Indonesia merasa terancam sandang pangannya. Sebab, ditegaskan bahwa tukang gigi tidak boleh berpraktik lagi. Jika tetap melayani pasien, tukang gigi terancam penjara 5 tahun (pasal 78 UU Nomor 29/2004 tentang Praktik Kedokteran).

Wajar, demo yang menolak pemberlakuan permenkes itu terjadi di mana-mana. Sebab, usia tukang gigi jauh lebih tua daripada fakultas kedokteran gigi.
Namun, setelah bermunculan praktik dokter gigi, tukang gigi dianggap sebagai ancaman meskipun ada alasan lain tentang standar pelayanan kesehatan gigi.

Benarkah tukang gigi menjadi ancaman dokter gigi? Belum tentu. Pangsa pasar tukang gigi dan dokter gigi berbeda. Segmen tukang gigi masyarakat kelas menengah ke bawah, sedangkan dokter gigi kelas menengah ke atas. Tidak mungkin pengusaha kaya memasang gigi palsu ke tukang gigi. Juga kecil kemungkinan si miskin memasang gigi palsu ke dokter gigi. Bukan karena lebih percaya kualitas tukang gigi, tetapi biaya dokter gigi jauh lebih mahal daripada tukang gigi.

Samakah kewenangan tukang gigi dan dokter gigi? Tentu tidak sama. Tukang gigi hanya boleh membuat sebagian/seluruh gigi tiruan lepasan dari akrilik dan memasang gigi tiruan lepasan (pasal 2 ayat (2) Permenkes Nomor 1871/Menkes/Per/IX/2011). Tukang gigi tidak boleh nambal, mencabut gigi, memasang gigi palsu permanen, membuat resep, dan lain-lain. Artinya, kewenangan tukang gigi sangat dibatasi.

Sangkal Putung pun Dilindungi

Tukang gigi bisa dianalogikan dengan bidan dan sangkal putung. Bidan bukan dokter, tetapi melakukan sebagian kewenangan dokter spesialis kandungan. Tidak semua kewenangan dokter spesialis kandungan boleh dilakukan oleh bidan. Bidan hanya boleh melakukan persalinan normal, selebihnya harus dilakukan oleh dokter spesialis kandungan.


Jika mengacu pada UU Kedokteran, pekerjaan bidan tidak diatur, kenapa bidan boleh praktik? Ternyata, bidan diatur dalam Permenkes Nomor 1464/Menkes/ Per/X/2010 tentang Izin Penyelenggaraan Praktik Bidan. Lalu, ada yang bertanya tukang gigi tidak sama dengan bidan karena untuk bidan ada sekolahnya. Bukankah cikal bakal sebelum ada dokter kandungan proses persalinan dilakukan oleh dukun bayi, terus mengalami modernisasi menjadi bidan.

Sama halnya dengan sebelum ada dokter gigi, semua problematika kesehatan dan perawatan gigi dilakukan oleh tukang gigi. Perbedaannya, dukun bayi ke bidan mendapat pembinaan dari kementerian kesehatan, sedangkan tukang gigi sama sekali tidak mendapat pembinaan, apalagi diberi sentuhan lembaga pendidikan.

Tukang gigi pernah mempunyai payung hukum, Permenkes Nomor 53/DPK/I/K/1969 yang mengatur perizinan tukang gigi. Tetapi, payung itu dirampas oleh Permenkes 339/Menkes/Per/V/1989. Sejak 1989, tidak boleh ada izin baru buat tukang gigi dan tukang gigi yang sudah mempunyai izin praktik dibatasi sampai usia 65 tahun.

Praktis sejak saat itu tukang gigi akan disingkirkan secara perlahan-lahan oleh Kementerian Kesehatan. Padahal, pembinaan tidak pernah dilakukan terhadap tukang gigi. Ketika usaha tukang gigi menjamur di jalanan, Kementerian Kesehatan tidak pernah mau tahu tentang nasib masa depan tukang gigi.

Bila dicermati, Kementerian Kesehatan melakukan standar ganda. Di satu sisi tukang gigi diberangus, sementara sangkal putung (pengobatan tradisional patah tulang) justru mendapat pengakuan lewat Kepmenkes Nomor 1076/Menkes/SK /VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional.

Bukankah sangkal putung pengobatan yang berisiko jika dibandingkan dengan tukang gigi? Namun, sangkal putung sudah ada sebelum dunia kedokteran. Sedangkan definisi pengobatan tradisional adalah pengobatannya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun temurun (pasal 1 Permenkes 1076/Menkes/SK/VII/2003). Artinya, pada konteks ini, sangkal putung dan tukang gigi mempunyai persamaan sebagai pengobatan tradisional. Pertanyaannya, kenapa sangkal putung diakui dan tukang gigi tidak?

Mestinya, larangan terhadap praktik tukang gigi tidak perlu ada. Sebab, UU kesehatan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengembangkan, meningkatkan dan menggunakan pelayanan kesehatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya (pasal 61 ayat 1 UU No. 36/2009).

Di Tiongkok, pengobatan tradisional dari leluhur sangat dihargai. Keberadaannya justru dilindungi pemerintah. Akhirnya, pengobatan tradisional Tiongkok bisa merambah ke negara-negara lain. Termasuk ke Indonesia, yang dilindungi pemerintah kita, bebas beriklan.

Mereka berhasil karena pemerintahnya memberikan ruang yang luas terhadap pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional tidak dianggap sebagai musuh dunia kedokteran modern, malah disinergikan. Seharusnya, tukang gigi di Indonesia disinergikan dengan dunia kedokteran gigi modern.

Ada tuduhan bahwa tukang gigi melakukan banyak malapraktik, yaitu pasang braket/kawat gigi. Secara hukum, malapraktik adalah sebuah tindakan melanggar norma hukum kedokteran. Malapraktik bisa terjadi di semua profesi, baik tukang gigi, dokter gigi, dan lain-lain.

Mestinya, siapa yang melakukan malapraktik dia harus dihukum, sebagai bentuk perlindungan kepada masyarakat. Bukan kesalahan satu orang menjadikan semua orang kena getahnya. Sama halnya dengan mencari tikus di dalam rumah dengan cara merobohkan rumah, jelas tindakan yang kurang bijak.

Penundaan permenkes tentang larangan praktik tukang gigi bukanlah solusi yang tepat. Kementerian Kesehatan harus membuat terobosan dengan mengakomodasi nasib puluhan ribu tukang gigi. Tukang gigi harus dibina. Idealnya, tukang gigi diberi pemahaman tentang dunia kedokteran gigi modern.

Ingat, UUD 1945 pasal 27 ayat 2 menjamin setiap warga negara mendapatkan pekerjaan yang layak. Selama pemerintah belum bisa mengentaskan kemiskinan, selayaknya jangan membuat kebijakan yang menambah penganggur.
Tags: Tukang gigi,Jak TV,Dokter gigi


Pendahuluan Azas Organisasi Opini Visi dan Misi BERITA_Astagiri SEO

0 komentar:

Post a Comment