Pages

Translate

Astagiri: Tukang Gigi Butuh Pembinaan dari Dinas Kesehatan


Ketua Umum Perkumpulan Assosiasi Tukang Gigi Mandiri (Astagiri) Dwi Waris Supriyono mengatakan ribuan tukang gigi yang berpraktek di seluruh Indonesia tidak pernah mendapat pembinaan dari dinas kesehatan. Sementara profesi tukang gigi ingin memberikan pelayanan terbaik kepada pasien yang tidak mampu membayar biaya berobat ke dokter gigi.

Tukang gigi tidak pernah mendapat pembinaan, hanya dibiarkan saja. Padahal tukang gigi mau mendapat pendidikan dan pembinaan, sementara sekitar 7500 tukang gigi yang berpraktek di seluruh Indonesia ingin memberikan pelayanan terbaik kepada pasien,” kata Ketua umumnya Dwi waris Supriyono dalam sidang pengujian Pasal 73 ayat 2 dan Pasal 78 UU No 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran di gedung MK, Jakarta, Selasa (12/6).



Kepada majelis hakim konstitusi yang diketuai Achmad Sodiki, Supriono mengatakan upaya mendapatkan pembinaan pernah diminta kepada pihak terkait, seperti dinas kesehatan. Hal itu dilakukan agar dalam berpraktek dan memberikan pelayanan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No 18 tahun 1971.

“Namun tidak ada respon dari Dinas terkait. Sementara saya pribadi yang telah berpraktek sebagai selama 10 tahun sejak 2001 menggunakan tekhnik perakitan yang sudah ada sesuai aturan yang berlaku. Adapun tukang gigi nakal kembali ke individu masing-masing,” kata dia.

Sahad Sibarani dan Toni Effendi warga Jakarta yang sering menggunakan jasa tukang gigi mengatakan pelayanan yang diberikan lebih murah dan cepat.

Dokter gigi sangat mahal, sementara berobat di tukang gigi sangat cepat dan murah. Sampai saat ini saya merasa nyaman tanpa ada masalah sedikitpun,” kata Sahad Sibarani.

Sementara Toni Effendi mengaku cocok menggunakan jasa tukang gigi sejak tahun 2003. “Pemasangan gigi palsu cepat, selesai hingga satu sampai dua hari. Sesuai dengan harapan saya karena sekarang bisa makan enak tanpa gangguan apapun,” kata Toni.

Anggota komisi III DPR, Syarifuddin Sudding dalam sidang mengatakan pembinaan kepada profesi yang bekerja pada pelayanan kesehatan dikelompokkan diantaranya dalam bidang pengobatan tradisional, ramuan, dan keterampilan kedokteran.

Asosiasi Tukang Gigi Mandiri (Astagiri), Persatuan Tukang Gigi Indonesia, Forum Perajin Gigi dan Perwakilan Tukang Gigi menggugat Pasal 73 ayat (2) dan Pasal 78 UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ke Mahkamah Konstitusi (MK)

Kedua pasal yang mencakup frasa ‘setiap orang dilarang menggunakan identik atau mirip dengan pekerjaan tukang gigi, tukang urut patah tulang, tukang pembuat kaki palsum pekerja optik, penjual jamu dan dukun beranak dilarang berpraktik karena dianggap menggunakan alat atau metode yang dapat diartikan menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan dokter’ berujung pada ancaman penjara 5 tahun dan dengan Rp 150 juta. Pasal tersebut dinilai multitafsir dan akan menyebabkan sekitar 7500 tukang gigi tidak dapat berpraktek.


Pendahuluan Azas Organisasi Opini Visi dan Misi BERITA_Astagiri SEO

0 komentar:

Post a Comment